Pilihan Itu…

Tidak ada kata maaf yang cukup utk menggantikan waktu yang hilang bersama Rindu. Memutar kembali jarum jam bukanlah sebuah pilihan tepat. Meratapi hari-hari yang telah berlalu hanya meninggalkan penyesalan.

Dua tahun sudah terlewati, terlalu banyak perubahan dan perkembangan yang terlewatkan. Masih tersimpan dalam ingatan ini, sebelum azan berkumandang, sebuah tatapan terpancar dari dua bola mata indah. Mata itu kini menunggu kahadiran kasih sayang yang seharusnya hadir setiap saat.

********

Tidak ada yang salah dalam mengambil sebuah pilihan. Sebab, apapun pilihannya tentu sudah melekat setiap konsekuensi dari setiap pilihan itu. A dan B adalah dua pilihan yang berbeda, tetapi masing-masing pilihan mempunyai konsekuensi.

Jika disuruh kembali untuk memilih atas keputusan yang sudah diambil, maka saya akan memilih pilihan yang sama. Artinya tidak perlu menyesali apa yang telah kita putuskan.

Memilih waktu bersama Rindu adalah sebuah pilihan yang sangat tepat. Walaupun banyak rintangan dan tantangan yang mesti dilalui. Air mata yang terjatuh tidak akan pernah terbuang sia-sia.

Jika hari ini kita tidak menikmati rasa manis, maka percayalah suatu hari nanti kita akan merasakan indahnya cerita masa-masa pahit yang pernah kita hadapi.

Jangan Cemas

Pernahkah kamu memikirkan sesuatu di masa depan yang belum tentu kamu dapatkan. Tapi seolah-olah kamu sudah dapatkan di hari ini. Apa yang kamu rasakan? Apakah semakin termotivasi atau malah terjebak khayalan semu. Jika seandainya esok tak akan pernah datang, masihkah kamu memikirkannya.

Salah satu perampok kebahagian dari diri seseorang adalah kecemasan pada masa depan. Semestinya rasa cemas hanyalah stimulus untuk terus berusaha melangkah. Tapi terkadang rasa itu membuat sebagian orang melangkah mundur.

Entah kenapa diri ini merasa bagian dari kelompok yang kedua. Menganggap rasa cemas adalah alasan untuk berhenti bermimpi. Sejatinya kami tidak tahu apa yang terjadi dimasa depan, namun kenapa kami soalah-olah hidup di masa depan. Paradoks yang selalu menghampiri disetiap problematika datang.

Mungkin inilah seni kehidupan, dimana misteri menjadi bagian yang melekat pada setiap orang. Bila tabir misteri ini tersingkap, bisa jadi kami tak pernah sanggup menyaksikannya. Jadi untuk apa bersedih.

Ambilah sebuah keputusan tanpa keraguan. Biarlah yang sirna itu lepas dari genggaman. Apabila kesirnaan itu merupakan bagian dari rezeki dan takdir kita, suatu saat hal itu akan kembali pada kita dalam rupa berbeda.

Mengusir Kucing

Sumber gambar : wikipedia

Interaksi kucing dengan manusia sudah terjadi sejak 6000 SM (Sebelum Masehi). Bayangkan saja sekarang 2018 Masehi, artinya itu sudah terjadi 8018 tahun yang lalu. Hingga sekarang penggemar kucing tidak pernah musnah ditelan zaman.

Tingkahnya yang lucu, membuat sebagian orang suka memelihara kucing. Biasanya jenis ini disebut dengan kucing rumahan. Sedangkan diluar itu digolongkan menjadi kucing liar.

Kalau kucing rumahan itu identik dengan bersih, menggemaskan dan lucu. Sebab si kucing sering didandani oleh pemiliknya. Beda dengan kucing liar, yang tampak berantakan dan tak terawat. Nah, jenis ini sering kita jumpai di tempat-tempat makan jalanan.

Suatu hari saya pernah melihat video di sebuah rumah makan. Disalah satu meja ada sepasang kekasih yang didekati kucing. Si pria memberikan makanannya kepada kucing. Selesai menyantap makanan yang diberikan, kucing tadi mengeong lagi sebagai tanda ia minta makanan kembali. Lalu si pria memberikan lagi. Hal itu terjadi berulang-ulang. Disaat bersamaan seorang pria yang duduk disebelah meja pasangan tersebut memberikan makanan yang sama kepada si kucing. Namun kucing tidak menggubris makanan tersebut, ia hanya mau memakan pemberian dari pasangan tadi.

Video ini mengusik sisi kelam diri ini karena rasanya seperti ditampar oleh apa yang saya tonton. Penyebabnya saya pernah mengusir seekor kucing saat makan di sebuah tempat. Tapi kejadian itu yang sudah lama berlalu. Padahal memberikan sedikit makanan di piring yang sedang disantap tidak akan pernah membuat kita kelaparan.

Sampai pada satu titik, saya menyadari bahwa sikap seperti itu tidaklah elok. Setelah itu saya terus berusaha memberikan apa yang sedang dimakan kepada kucing yang mendekat. Bahkan saat di kosan lama, sisa makanan selalu saya letakan di sisi luar pintu belakang. Beberapa jam kemudian makanan tersebut habis karena disantap oleh kucing liar yang berada disekitar kosan. Mereka berbagi rezeki dengan ayam dan burung.

Selain itu, ada lagi soal kucing liar atau kucing rumahan yang suka nyebrang jalan sembarangan. Waktu saya kecil dulu, berkembang semacam persepsi di masyarakat bahwa apabila kita menabrak kucing di jalan maka wajib bagi kita untuk berhenti dan memastikan si kucing baik-baik saja. Jika kucingnya tewas maka kita harus menggunakan baju yang sedang dipakai sebagai kain kafan. Apabila baju yang kita pakai terlalu bagus dan sayang untuk dikorbankan maka bisa menggunakan baju dalaman.

Nah, seandainya kucing yang kita tabrak tidak dikuburkan, katanya kendaraan si penabrak akan mengalami kecelakaan di suatu hari. Begitulah mitos yang saya dengar waktu masa kecil. Bisa jadi mitos ini berangkat dari hubungan antara kucing dan manusia yang begitu erat sejak dahulu kala. Berbeda hal jika yang ditabrak adalah binatang anjing maka si pengendara tidak perlu berhenti. Kenapa dua hal tadi bisa berbeda padahal keduanya merupakan hewan peliharaan?

Winter is Coming

Ada dua tema yang selalu saya hindari dalam menulis, yaitu tentang politik dan soal pekerjaan. Padahal latar belakang jurusan waktu kuliah adalah ilmu politik. Disamping itu, aktifitas sehari-hari banyak bergulat dengan disiplin ilmu ekonomi Islam, yakni perbankan syariah. Tentu bekerja dibidang ini banyak hal-hal dan pengalaman yang dapat menjadi sumber untuk dituliskan. Entah kenapa saya kurang begitu tertarik menuliskan kedua hal diatas.

Bisa jadi suatu hari nanti, setelah keluar dari pekerjaan ini saya dapat tergerak untuk menuliskan hal-hal yang berkaitan dengan bidang tersebut. Tapi tidak bisa menjadi jaminan juga karena selepas lulus dari jurusan ilmu politik, malah saya ogah-ogahan nulis tentang politik.

Nah, belakangan mulai tergoda untuk menulis sesuatu yang sedikit berbau politik karena respon sebagian para elite politik Indonesia terkait dangan pidato winter is coming dari presiden Joko Widodo dalam forum pertemuan IMF di Bali. Kata winter is coming dikutip oleh Jokowi dari film berseri Game of Thrones (GoT) yang ditayangkan oleh saluran televisi HBO.

Pidato Jokowi tersebut mendapat sambutan dari luar negeri dan cibiran dari dalam negeri. Malah HBO memposting sebuah gambar Jokowi yang sedang memakai baju Jhon Snow yang merupakan bintang utama dari GoT. Sementara lawan politik Jokowi di dalam negeri malah berkomentar bahwa presiden tidak sepantasnya mengutip film yang tidak ramah pada perempuan (semi porno).

Berangkat dari itu saya pengen menuliskan pendapat saya soal film GoT ini dengan keramaian yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Dari sini pula saya mulai berhenti membahas kepentingan politik dari kedua kubu terkait dengan pidato presiden tersebut. Tujuannya sih untuk mengihandari perdebatan yang tidak perlu dari kedua kubu.

Nah, kembali kepada film GoT. Jika film ini dibilang sebagai film semi porno, saya sama sekali tidak sepakat. Sebab saya sudah nonton dari season 1 hingga season 7. Sekarang lagi nunggu season 8 yang merupakan season terakhir, katanya bakal tayang pada tahun 2019. Memang di beberapa episode ada beberapa adagan yang vulgar, tapi bukan berarti film ini adalah film porno. Jika semua season ditotalkan jam tayangnya, mungkin adegan tersebut tidak sampai 1% dari total jam tayang. Karena GoT tayang di Amerika tentu tidak ada sensor pada adagan tersebut.

Bila dilihat secara keseluruhan film ini berkisah tentang cinta, konflik dan kekuasaan. Menurut saya GoT ini adalah film wajib yang harus ditonton oleh para mahasiswa ilmu politik. Banyak teori politik yang tergambarkan dalam setiap adegan yang ditayangkan. Memang episode GoT begitu banyak, tentu harus ditonton dari awal hingga akhir agar dapat memahami apa konteks dari “winter is coming” yang dikutip oleh Jokowi.

Jangan seperti para elite politik yang berkomentar tanpa memahami konteks dari winter is coming yang terkandung dalam film GoT. Yang mana perebutan kekuasaan diantara kerajaan-kerajaan dalam GoT membuat mereka lupa bahwa musuh sesungguhnya adalah mayat hidup. Musuh tersebut sedang berada dibalik dinding pemisah antara manusia dan mayat hidup, mereka sedang bersiap menyerang umat manusia di saat musim dingin yang panjang. Dinding sebagai benteng terakhir bagi manusia tidak lagi aman jika musim dingin tiba.

Apabila ditarik dari kondisi saat ini terkait dengan perang dagang antara Amerika dan Tiongkok, maka film GoT adalah analogi yang tepat dengan perang dagang tersebut. Yang rugi dari perang tersebut adalah kita semua umat manusia, sebab musuh bersama para bangsa-bangsa tengah menanti yakni kemiskinan, ketidakadilan, kesetaraan gender, perubahan iklim dan lain-lain.